Sistem outsourcing tenaga kerja hanya bisa diterapkan jika suatu negara sudah sangat mandiri secara finansial dan bisa menjamin kesejahteraan seluruh warganya.
"Sistem outsourcing itu sama dengan mengerjakanprecarious work (pekerjaan serabutan) dan baru akan bisa dijalankan kalau negara sudah bisa menyediakan upah yang layak, bukan hanya untuk kebutuhan pokok tetapi juga bisa menabung, dan jaminan sosial," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, hari ini.
Menurutnya, jika pemerintah sudah bisa menjamin rakyat tidak akan terlantar, termasuk dengan memberikan tunjangan pengangguran atau unemployement allowance, barulah sistem buruh outsourcing bisa dilaksanakan tanpa mengorbankan nasib buruh.
"Kalau di negara-nega maju pengangguran saja bisa bertahan hidup karena ada tunjangan, maka melakukan precarious work atau pekerjaan serba tak tentu menjadi bukan masalah, kalaupun tiba-tiba dipecat tetap akan hidup, tetapi kita belum bisa seperti itu," ujarnya.
Iqbal membantah anggapan beberapa pengusaha yang mengatakan penghapusan sistem outsourcing di Indonesia akan membuat investor makin menjauh. "Para investor itu mau berinvestasi di Eropa dan mebayarkan bermacam-macam jaminan untuk pekerjaan, kenapa mau investasi di Indonesia tapi tidak mau menanggung kesejahteraan pekerjanya? itu kan double standard," ungkap dia.
Ditambahkan Iqbal, Indonesia termasuk negara yang cukup protektif terhadap buruh yang jumlahnya mencapai jutaan orang. "Tentu kita harus memperhitungkan nasib para pengusaha juga, tetapi dalam keadaan seperti sekarang pemberlakuan sistem outsourcing tenaga kerja masih lebih banyak ruginya," tandas dia.
0 komentar:
Posting Komentar